Sabtu, 26 November 2011
KONSEP DEFEKASI (BUANG AIR BESAR)
KONSEP DEFEKASI (BUANG AIR BESAR)
Buang Air Besar
Buang Air Besar
- Buang
air besar atau defekasi adalah suatu tindakan atau proses makhluk hidup
untuk membuang kotoran atau tinja yang padat atau setengah-padat yang
berasal dari sistem pencernaan (Dianawuri, 2009).
Fisiologi Buang Air Besar
- Rektum
biasanya kosong sampai menjelang defekasi. Seorang yang mempunyai
kebiasaan teratur akan merasa kebutuhan membung air besar kira-kira pada
waktu yang sama setiap hari. Hal ini disebabkan oleh refleks gastro-kolika
yang biasanya bekerja sesudah makan pagi. Setelah makanan ini mencapai
lambung dan setelah pencernaan dimulai maka peristaltik di dalam usus
terangsang, merambat ke kolon, dan sisa makanan dari hari kemarinnya, yang
waktu malam mencapai sekum mulai bergerak. Isi kolon pelvis masuk ke dalam
rektum, serentak peristaltik keras terjadi di dalam kolon dan terjadi
perasaan di daerah perineum. Tekanan intra-abdominal bertambah dengan
penutupan glottis dan kontraksi diafragma dan otot abdominal, sfinkter
anus mengendor dan kerjanya berakhir (Pearce, 2002).
Proses Buang Air Besar
- Jenis
gelombang peristaltik yang terlihat dalam usus halus jarang timbul pada
sebagian kolon, sebaliknya hampir semua dorongan ditimbulkan oleh pergerakan
lambat kearah anus oleh kontraksi haustrae dan gerakan massa. Dorongan di
dalam sekum dan kolon asenden dihasilkan oleh kontraksi haustrae yang
lambat tetapi berlangsung persisten yang membutuhkan waktu 8 sampai 15 jam
untuk menggerakkan kimus hanya dari katup ileosekal ke kolon transversum,
sementara kimusnya sendiri menjadi berkualitas feses dan menjadi lumpur
setengah padat bukan setengah cair.
- Pergerakan
massa adalah jenis pristaltik yang termodifikasi yang ditandai timbulnya
sebuah cincin konstriksi pada titik yang teregang di kolon transversum,
kemudian dengan cepat kolon distal sepanjang 20 cm atau lebih hingga ke
tempat konstriksi tadi akan kehilangan haustrasinya dan berkontraksi
sebagai satu unit, mendorong materi feses dalam segmen itu untuk menuruni
kolon.
- Kontraksi
secara progresif menimbulkan tekanan yang lebih besar selama kira-kira 30
detik, kemudian terjadi relaksasi selama 2 sampai 3 menit berikutnya
sebelum terjadi pergerakan massa yang lain dan berjalan lebih jauh
sepanjang kolon. Seluruh rangkaian pergerakan massa biasanya menetap hanya
selama 10 sampai 30 menit, dan mungkin timbul kembali setengah hari lagi
atau bahkan satu hari berikutnya. Bila pergerakan sudah mendorong massa
feses ke dalam rektum, akan timbul keinginan untuk defekasi (Guyton, 1997).
Pengertian konstipasi
- Konstipasi
adalah suatu penurunan defekasi yang normal pada seseorang, disertai
dengan kesulitan keluarnya feses yang tidak lengkap atau keluarnya feses
yang sangat keras dan kering (Wilkinson, 2006).
- Konstipasi
adalah defekasi dengan frekuensi yang sedikit, tinja tidak cukup
jumlahnya, berbentuk keras dan kering (Oenzil, 1995).
- Konstipasi
adalah kesulitan atau kelambatan pasase feses yang menyangkut konsistensi
tinja dan frekuensi berhajat. Konstipasi dikatakan akut jika lamanya 1
sampai 4 minggu, sedangkan dikatakan kronik jika lamanya lebih dari 1
bulan (Mansjoer, 2000).
Penyebab konstipasi
- Kurang
gerak.
- Kurang
minum.
- Kurang
serat.
- Sering
menunda buang air besar.
- Kebiasaan
menggunakan obat pencahar.
- Efek
samping obat-obatan tertentu (antasid dan opiat) sampai adanya gangguan
seperti usus terbelit.
Patofisiologi konstipasi
- Defekasi
menjadi sulit manakala frekuensi pergerakan usus berkurang, yang akhirnya
akan memperpanjang masa transit tinja. Semakin lama tinja tertahan dalam
usus, maka konsistensinya akan semakin keras, dan akhirnya membatu
sehingga susah dikeluarkan (Arisman, 2004).
- Rasa
takut akan nyeri sewaktu berdefekasi juga dapat menjadi stimulus
psikologis bagi seseorang untuk menahan buang air besar dan dapat menyebabkan
konstipasi. Rangsangan simpatis atau saluran gastrointestinal menurunkan
motilitas dan dapat memperlambat defekasi. Aktivitas simpatis meningkat
pada individu yang mengalami stress lama. Obat-obatan tertentu misalnya
antasid dan opiat juga dapat menyebabkan konstipasi (Corwin, 2000).
Cara mengurangi resiko konstipasi
- Menyarankan
untuk mengkonsumsi makanan berserat tinggi setiap hari,
- seperti
sayuran dan buah-buahan.
- Menganjurkan
untuk minum paling sedikit delapan gelas cairan (air, jus, teh, kopi) setiap
hari untuk melembutkan feses.
- Menganjurkan
untuk tidak menggunakan laksatif secara rutin, karena bisa menyebabkan
ketergantungan (Moore, 1997).
Pemeriksaan
- Pemeriksaan
dimulai pada rongga mulut meliputi gigi geligi, adanya luka pada selaput
lendir mulut dan tumor yang dapat mengganggu rasa pengecap dan proses
menelan.
- Daerah
perut diperiksa apakah ada pembesaran perut, peregangan atau tonjolan.
Perabaan permukaan perut untuk menilai kekuatan otot perut. Perabaan lebih
dalam dapat mengetahui massa tinja di usus besar, adanya tumor atau
pelebaran nadi.
- Pada
pemeriksaan ketuk dicari pengumpulan gas berlebih, pembesaran organ,
cairan dalam rongga perut atau adanya massa tinja. Pemeriksaan dengan
stetoskop digunakan untuk mendengarkan suara gerakan usus besar serta
mengetahui adanya sumbatan usus.
- Pemeriksaan
dubur untuk mengetahui adanya wasir, hernia, fissure (retakan) atau
fistula (hubungan abnormal pada saluran cerna), juga kemungkinan tumor di
dubur yang bisa mengganggu proses buang air besar. Colok dubur memberi
informasi tentang tegangan otot, dubur, adanya timbunan tinja, atau adanya
darah.
- Pemeriksaan
laboratorium dikaitkan dengan upaya mendeteksi faktor resiko konstipasi
seperti gula darah, kadar hormon tiroid, elektrolit, anemia akibat
keluarnya darah dari dubur. Anoskopi dianjurkan untuk menemukan hubungan
abnormal pada saluran cerna, tukak, wasir, dan tumor.
- Foto
polos perut harus dikerjakan pada penderita konstipasi untuk mendeteksi
adanya pemadatan tinja atau tinja keras yang menyumbat bahkan melubangi
usus. Jika ada penurunan berat badan, anemia, keluarnya darah dari dubur
atau riwayat keluarga dengan kanker usus besar perlu dilakukan koloskopi
(Nri, 2004).
Terapi
- Terapi
diberikan sesuai penyebabnya dan pada lansia pengobatannya harus hati-hati.
Untuk pengobatan biasanya dimulai fase 1 yaitu perubahan kebiasaan hidup
meliputi latihan buang air besar secara teratur, dikombinasi olahraga, dan
diet banyak cairan minimum 1500 cc/hari air/jus buah, makanan berserat
sehari 20-30 gram.
- Jika
belum membaik, maka terapi memasuki fase 2, yaitu penggunaan obat-obatan
laksatif atau supositoria dan enema serta terapi lainnya.
- Jika
fase 2 tidak efektif, maka perlu pemeriksaan radiologis, bahkan pada
konstipasi tertentu perlu dilakukan tindakan operasi (Arief, 2008).
Patofisiologi hubungan serat dengan konstipasi
- Diet
berserat tinggi mempertahankan kelembaban tinja dengan cara menarik air
secara osmotis ke dalam tinja dan dengan merangsang peristaltik kolon
melalui peregangan. Dengan demikian, orang yang makan makanan rendah serat
atau makanan yang sangat dimurnikan beresiko lebih besar mengalami
konstipasi (Corwin, 2000).
Fisiologi pencernaan
Mengunyah
- Pada
umumnya otot-otot pengunyah dipersarafi oleh cabang motorik dari saraf
ranial kelima, dan proses mengunyah dikontrol oleh nukleus dalam batang
otak. Perangsangan formasio retikularis dekat pusat batang otak untuk
pengecapan dan menimbulkan pergerakan mengunyah yang ritmis secara
kontinu. Demikian pula, perangsangan area di hipotalamus, amigdala, dan bahkan
di korteks serebri dekat area sensoris untuk pengecapan dan penghidu
sering kali dapat menimbulkan gerakan mengunyah.
Menelan
- Tahap
volunter, bila makanan sudah siap untuk ditelan secara sadar makanan
ditekan atau digulung kearah posterior ke dalam faring oleh tekanan lidah
ke atas dan belakang terhadap palatum.
- Tahap
faringeal, sewaktu bolus makanan memasuki bagian posterior mulut dan
faring, bolus merangsang daerah reseptor menelan di seluruh pintu faring,
khususnya pada tiang-tiang tonsil, dan impuls-impuls berjalan ke batang
otak untuk mencetuskan serangkaian kontraksi otot faringeal secara
otomatis.
- Tahap
esopageal, esopagus terutama berfungsi untuk menyalurkan makanan dari
faring ke lambung, dan gerakannya diatur secara khusus dari fungsi tersebut.
Normalnya esopagus memperlihatkan dua tipe gerakan peristaltik.
Peristaltik primer hanya merupakan kelanjutan dari gelombang peristaltik
yang dimulai di faring dan menyebar ke esopagus selama tahap faringeal dan
penelanan. Jika gelombang peristaltik primer gagal mendorong semua makanan
yang telah masuk esopagus ke dalam lambung, maka terjadi gelombang
peristaltik sekunder yang dihasilkan dari peregangan esopagus oleh makanan
yang tertahan, dan terus berlanjut sampai semua makanan dikosongkan ke dalam
lambung (Guyton, 1997).
Merumuskan Diagnosa Keperawatan
Merumuskan Diagnosa Keperawatan
Setelah perawat
mengelompokan, mengidentifikasi, dan mevalidasi data-data yang signifikan, maka
tugas perawat pada tahap ini dalah merumuskan suatu diagnosa
keperawatan. Diagnosa keperawatan dapat bersifat aktual, resiko, sindrom,
kemungkinan dan welness. (Carpentio 2000)
1. Aktual: menjelaskan masalah nyata saat ini
sesuai data klinik yang ditemukan.
Syarat: menegakan diagnosa
aktual harus ada unsur PES. Symptom (S) harus memenuhi kriteria mayor (80% -
100%) dan sebagian kriteria minor dari pedoman diagnosa NANDA.
Misalnya, ada data: muntah,
diare dan turgor jelek selama 3 hari
Diagnosakekurangan volume
cairan tubuh berhubungan dengan kehilangan cairan secara abnormal (Taylor,
Lilis & LeMone,1988,p.283)
Jika suatu masalah semakin
jelek dan mengganggu kesehatan “parineal” klien tersebut akan terjadi resiko
kerusakan kulit dan di sebut sebagai:”rsiko diagnosa”
2. Resiko: menjelaskan masalah kesehatan yang
nyata akan terjadi jika tidak dilakukan intervensi (Keliat,1990)
Syarat :menegakan resiko
diahnosa keperawatan adanya unsur PE (problem dan etiologi). Penggunaan istilah
“resiko dan resiko tinggi” tergantung dari tingkat keparahan atau kerentanan
terhadap masalah.
Diagnosa:”resiko gangguan
integritas kulit berhubungan dengan diare yang terus menerus”
Jika perawat menduga adanya
gangguan self-concept (konsep diri), tetapi kurang data yang cukup mendukung (definisi
karakteristik / tanda dan gejala) untuk memastikan permasalahan, maka dapat
dicantumkan sebagai:”kemungkin diagnosa”
3. Diagnosa keperawatan “wellness”
Diagnosa keperawatan
wellness (sejahtera) adalah keputusan klinik tentang keadaan individu,
keluarga, dan atau masyarakat dalam transisi dari tingkat sejahtera tertentu ke
tingkat yang lebih tinggi.
Syarat:menegakan diagnosa
keperawatan wellness harus ada unsur P (problem)
Ada dua kunci yang harus
ada:
1) Sesuatu yang harus menyenangkan pada tingakat
kesejahteraan yang lebih tinggi
2) Adanya status dan fungsi yang efekif
Pernyataan diagnosa
keperawatan yang dilakukan yang dituliskan adalah” potensial untuk
peningkatan....” perlu dicatat bahwa diagnosa keperawatan kategori ini tidak mengandung
unsur “faktor yang berhubungan”.
Contoh: potensial
peningkatan hubungan dalam keluarga
Hasil yang diharapkan meliputi:
Makan pagi bersama selama 5 hari / minggu
Melibatkan anak dalam pengambilan keputusan keluarga
Menjaga kerahasian setiap anggota keluarga
Dan dilanjutkan
denganpemberian PENKES.
Pola Fungsional Kesehatan
|
Fungsi yang positif
Pernyataan Pengakajian
|
1. Pola manajemen persepsi kesehatan
|
Persepsi kesehatan yang
positif
Manajemen Kesehatan yang
efektif
|
2. Pola nutrisi-metabolik
|
Pola nutrisi - metabolik
yang efektif
|
3. Pola eliminasi
|
Pola eliminasi yang
efektif
|
4. Pola aktivitas – gerak
|
Pola aktifitas-gerak
efektif
|
5. Pola istirahat-tidur
|
Pola istirahat-tidur yang
efektif
|
6. Pola kognitif-perseptual
|
Pola kognitif-perseptual
yang positif
|
7. Pola persepsi diri
|
Pola persepsi diri yang
positif
|
8. Pola hubungan peran
|
pola hubungan peran yang
positif
|
9. Pola seksual – reproduksi
|
Pola seksual- reproduksi
yang positif
|
10. Pola koping stres
|
Pola koping stres yang
efektif
|
11. Pola nilai - kepercayaan
|
Pola nilai-kepercayaan
yang positif
|
UNSUR-UNSUR PENULISAN
AKTUAL DAN RESIKO DIAGNOSA KEPERAWATAN
Setelah diagnosa
keperawatan diputuskan, maka perlu dilakukan penulisan diagnosa sesuai standar
yang ada. Diagnosa keperawatan dapat di tuliskan dua daftar pertanyaan sesuai
standar yang ada (masalah dan penyebab) atau tiga (masalah-penyebab- tanda dan
gejala)
1) Masalah (Problem)
Tujuan penulisan pernyataan
masalah adalah menjelaskan status kesehatan atau masalah kesehatan klien secara
jelas dan singakat mungkin. Karena pada bagian ini dari diagnosa keperawatan
mengidentifikasi apa yang tidak sehat oleh klien dan apa yang harus dirubah
tentang status kesehatan klien dan juga memberikan pedoman terhadap tujuan
daria asuhan keperawatan. Dengan menggunakan standar diagnosa keperawatan dari
NANDA mempunyai keuntungan yang signifikan.
a. Membantu perawat untuk berkomunikasi satu
dengan yang lainnya dengan menggunakan istilah yang dimengerti secara umum.
b. Memfasilitasi penggunaan komputer dalam keperawatan
,karena perawata akan mampu mengakses diagnosa keperawatan.
c. Sebagai metode untuk mengidentifikasi
perbedaan masalah kriteria pengkajian dan intervensi keperawatan dalam
meningkatkan asuhan keperawatan.
2) Etiologi (Penyebab)
Etiologi,
faktor resiko dan pendukung (related to):
Etiologi atau penyebab
adalah faktor klinik dan personal yang dapat merubah status kesehatan atau
mempengaruhi perkembangan masalah. Hal ini bisa di sebut related to dari
pernyataan diagnosa keperawatan (Carpenito 2000)
Etiologi meng identifikasi fisiologis
psikologis sosiologis spiritual dan faktor-faktor yang dipercaya yang berhubungan dengan masalah baik sebagai
penyebab atau pun faktor resiko. Karena etiologi mengidentifikasi faktor
yang mendukung terhadap masalah kesehatan klien maka etiologi sebagai pedoman
atau sasaran langsung dari intervensi keperawatan. Jika terjadi keselahan dalam
menentukan penyebab, maka tindakan keperawatan menjadi tidak efektif dan
efisien, misalnya, klien denghan Diabetes Melitus RS biasanya dengan
hiperglikemia dan mempunyai riwayat yang tidak baik tentang pola makan dan
pengobatan (insulin) didiagnosa dengan “ketidaktaatan”. Katakanlah ketidaktatan
tersebut berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien dan tindakan
keperawatan diperioritaskan mengajarkan klien cara mengatasi Diabetes Militus
dan tidak berhasil, jika penyebab ketidaktaatan tersebut karena klien putus asa
untuk hidup.
Penulisan etiologi dari diagnosa keperawatan
meliputi unsur PSMM
P = Patofisiologi
dari penyakit
S =
Situational (keadaan l;ingkungan perawatan)
M =Mediaction
(pegobatan yang diberikan)
M =
Maturasi (tingkat kematangan / kedewasaan klien)
|
Etiologi, faktor penunjang dan resiko
meliputi:
a. Pathofisiologi:
Semua proses penyakit, akut
atau kronis yang dapat mentebabkan atau mendukung masalah.misalnya masalah
“powerlessness”
Penyebab yang umum:
Ketidakmampuan
berkomunikasi (CVA, intubation)
Ketidakmampuan melakukan
aktifitas sehari-hari (CVA, trauma, servical, nyeri, IMA)
Ketidakmampuan memenuhi
tanggung jawabnya (pembedahan trauma dan arthrirtis)
b. Situasional (personal, envirinment)
Kurangnya pengetahuan,
isolasi sosial, kurangnya penjelasan dari petugas kesehatan, kurangnya
partisipasi klien dalam mengambil keputusan, relokasi, kekurangmampuan biaya,
pelecvehan seksual, pemindaha status sosial, dan perubahan personal teoriti.
c. Medication (tretmen – related)
Keterbatasan institusi atau
rumahsakit: tidak snaggup memberikan perawatan dan tidak ada kerahasiaan.
d. Maturational
Adolescent:ketergantungan
dalam kelompok, independen dan keluarga
Young adult :menikah,
hamil, orangtua.
Dewasa tekanan karier,
tanda-tanda pubertas
Eldrerly : kurangnya
se3nsori ,motor, kehilangan, (uang, faktor yang lain)
3) Definisi karakteristik
Data-data subyektif dan
obyektif yang ditemukan sebagai komponen pendukung terhadap diagnosa
keperawatan aktual dan resiko.
Defining karakteristik:
a) Mayor (harus ada)
Menunjukan ketidak puasan
tentang ketidakmampuannya mengontrol situasi.( misalnya: sakit,
progonisis,perawatan, penyembuhan)
b) Minor (mungkin ada / timbul)
Menolak atau ragu-ragu
untuk berpartisipasi dalam mengambil keputusan Apatais, perilaku yang agresif,
perilaku cemas,merusak, depresi.
Problem
Etiologi
Tanda dan Gejala
(definisi karakteristik)
|
Identifikasi tentang
sesuatu yang tidak sesuai/tidak sehattentang klien dan memerlukan perubahaan
Jelas, pernyataan yang singkat tenetang masalah klien
Identifikasi
faktor-faktor yang mendukung masalh respon klien
Faktor penyebab atau pendukung
Identifikasi
data subyektik dan obyektif sbg, tanda dari masalah keperawatan
Definisi karakteristik (tand adan gejala yang spesifik)
|
Memerlukan perubahan
klien (haraoan untuk perubahan)
Kurangnya perawatan diri:mandi berhubungan dengan
(related to)
Memrukan pengukuran
keperawatan yang sesuai
Takut jatuh di kamar mandi dan kegemukan ditandai
dengan (“as manifested by”)
Memerlukan kriteria
evaluasi
Bau “pesing” rambut tidak pernah dikeramas.
“saya takut jalan
dikamarmandi dan memecahkan barang”
|
KRITERIA PETUNJUK PENULISAN DIAGNOSA KEPERAWATAN
(Taylor, Lilis & LeMone, 1997)
1. Tulislah masalah klien/ perubahan status
klien.
2. Pastikan bahwa masalah klien didahului adanya
penyebab dan keduanya dihubungkan dengan kata”sehubungan denagn (relatred to)”.
3. Definisi karakteristik jika diikuti dengan
penyebab kemudian kemudiana di hubunglkan dengan kata” ditandai dengan (as
manifefested by”).
4. Tulislah istilah yang umum digunakan.
5. Gunakan bahasa yang tidak memvonis.
6. Pastikan bahwa pernyataan masalah menandakan
apakah keadaan yang tidak sehat dari klien atau apa yang diharapkan klien bisa
dirubah.
7. Hindarkan menggunakan definisi
karteristik, diagnosa medis atau sesuatu yang tidak bisa dirubah dalam
pernyataan masalah.
8. Baca ulang diagnosa keperawatan untuk
memastikan bahwa pernyataan masalah bisa dicapai dan penyebabnya bisa diukur
oleh perawat.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L. J. (2000).
Nursing Diagnosa: Application to Clinical Practice, ed, J. B
Lippincott Co., Philadelphia.
Keliat, B.A. (1990). Proses Keperawatan, Penerbit ,Arcan, Jakarta.
NANDA.(1987). Taxsonomi l, with Official Diagnostic
Categories.NANDA.
St. Louis.
Taylot, C., Lilies, C &
LeMone, P. (1998). Fundamental of Nursing: the arts and science
of nursing care, J.B. Lippncott Co., Philadelphia.
Sabtu, 05 November 2011
Just for Share: 7 Benda Kotor Yang Sering Kita Pakai/Sentuh/Gunaka...
Just for Share: 7 Benda Kotor Yang Sering Kita Pakai/Sentuh/Gunaka...: Tanpa disadari, banyak benda di sekitar kita yang berpotensi menjadi sarang bakteri dan tempat berpindahnya virus, bakteri dan penyakit. D...
Langganan:
Postingan (Atom)